Idekliknet: Cerpen HUT ke-75 RI |
Cerpen Hari Kemerdekaan - Idekliknet dalam rangka HUT ke-75 RI mempersembahkan cerpen (cerita pendek) bertema hari kemerdekaan Republik Indonesia. Cerpen berjudul "Darma" mengisahkan seorang anak kecil yang begitu terobsesi dengan mimpi-mimpi besar untuk mengubah tanah kelahirannya menjadi tanah surga Indonesia seutuhnya. Sebenarnya apa yang terjadi pada tanah kelahirannya? Apakah ia berhasil? Simak kisah selengkapnya!
Darma
Oleh: Muhammad Hafidz Rifki Farokhi
Kata semua orang,
Indonesia adalah tanah surga..
Sebab
hanya dengan tongkat kayu bisa jadi tanaman. Namun, semua itu hanyalah nyanyian
belaka jika menengok kisah perjuangan Indonesia merdeka 75 tahun silam. Merdeka..! Itulah surga yang
sangat dicita-citakan bangsa Indonesia terutama bagi Sudarmaji Putra Mahardika
yang akrab dipanggil Darma.
Darma, anak berusia 7 tahun yang terlahir dengan tangisan pertamanya di
dunia bersamaan dengan tangisan terakhir Ibunya di dunia. Ayahnya meninggal
karena mengalami kecelakaan
kerja di pertambangan sejak ia berusia 5 bulan dalam kandungan. Darma, ialah
nama pemberian kakek untuknya dengan harapan suatu saat menjadi sosok darma
bakti untuk negeri. Kesehariannya hanyalah tentang daerah perbatasan Indonesia,
pertambangan orang asing, dan membantu kakek mencari kayu untuk dijual. Anak
sekecil itu sudah berteman dengan pahitnya hidup. Tak heran jika di sekolah ia
sangat bersemangat mengarungi ilmu yang mengalir di jiwanya. Sejak ia mengenal
nyanyian berjudul “Kolam Susu” yang
mengatakan Indonesia adalah tanah surga bahkan tongkat kayu bisa jadi tanaman,
ia selalu bertanya-tanya mengapa di tanah kelahirannya sulit untuk bercocok
tanam. Dalam diam hatinya selalu merenung, “apa aku dan rumahku bukan bagian
dari Indonesia?”. Sontak naluri kuat dalam dirinya seolah-olah menyadarkan,
“Tidak Darma, kau ini putra Indonesia.. Kuatkanlah kecintaanmu padanya!”.
Darma bersekolah di SD Negeri Riam Sejawak. Sebuah sekolah yang pertamakali
mampu mengobsesi dirinya dengan mimpi-mimpi untuk mengubah desa Riam Sejawak
dari pertambangan orang asing menjadi tanah surga indonesia
seutuhnya. Ibu guru Maharati
namanya. Sosok perempuan paruh baya dengan segudang nasehat dan motivasi
bagi Darma. Itulah alasan
mengapa Darma selalu datang ke sekolah lebih awal daripada siswa lainnya hanya
untuk mendapat nasehat dan motivasi setiap harinya. Ibu guru Maharati, ialah guru
mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang akrab dipanggil
Ibu Rati.
Darma: Selamat pagi Ibu Guru Rati.
Ibu Guru Rati: Wah Darma sudah datang, selamat pagi juga.
Darma: Bu guru, saya hendak bertanya mengapa tanah Indonesia
dikatakan tanah surga bahkan tongkat kayu pun bisa jadi tanaman, Sedangkan di
tanah kita Riam Sejawak ini sulit untuk bercocok tanam? Apa sebenarnya kita bukan bagian dari
Indonesia? Tetapi saya sangat mencintai Indonesia.
Ibu Guru Rati: Pertanyaanmu sungguh bagus nak. Tanah Indonesia
memanglah tanah surga, sejak dulu kala kita dijajah oleh bangsa asing yang
begitu mendambakan tanah surga ini. Tanah Riam Sejawak ini justru mempunyai
kelebihan di sektor pertambangan nak, hanya saja beberapa orang asing
mengeksplorasi secara berlebihan dan lepas tanggung jawab untuk tetap menjaga
ekosistem lingkungan yang baik. Ibu yakin, kamu adalah anak yang kritis dan
suatu saat dapat mengubah tanah Riam Sejawak ini menjadi tanah surga berbekal
kecintaanmu terhadap Indonesia.
Darma: Lalu apa yang harus saya lakukan Bu guru?
Ibu Guru Rati: Belajarlah yang giat dan semangat nak, seakan-akan kamu
sedang dalam peperangan yang hampir memukul mundur penjajah untuk Indonesia
merdeka.
Tiba-tiba bel masuk kelas berbunyi dan seluruh siswa diwajibkan segera
memasuki kelas untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama dipandu dengan
pengeras suara sekolah.
Ibu Guru Rati: Sudahlah Dar, kau masuk kelas sana, ingat pesan Ibu baik-baik. Buatlah bangga kakekmu, Ibu guru, dan
Indonesia padamu.
Darma: Baik Bu guru, terimakasih.
Ibu Guru Rati tersenyum memandang Darma berjalan menuju ke kelasnya seraya
berbicara dalam hatinya, “kau anak yang berbeda dari lainnya Dar, sorot matamu
begitu tajam penuh semangat menelusuri keelokan negeri ini”.
Darma memasuki medan perang dengan bersenjata pensil dan
bukunya seraya terngiang-ngiang pesan Ibu Guru Rati agar ia belajar dengan
sungguh-sungguh. Rasa ingin tahunya yang kuat membuatnya tidak bosan-bosan
setiap waktu istirahat membaca koran harian setelah dibaca Kepala Sekolah yang
diarsipkan di perpustakaan. Di kelas ia sangat rajin menjawab setiap pertanyaan
Bapak dan Ibu guru hingga ia dijuluki dengan Guru
Sebaya oleh teman-temannya. Bahkan teman-temannya mengaku lebih mudah
memahami penjelasan Darma daripada penjelasan Bapak/Ibu guru.
1 tahun berlalu, esok saatnya para orang tua mengambil laporan hasil
belajar semester genap dan pengumuman kenaikan kelas anaknya di SD Negeri Riam Sejawak.
Darma: Kek, kata Bu Guru besok laporan hasil belajar Darma di
sekolah bisa diambil oleh orang tua. Karena Darma hanya punya Kakek, kata Bu
Guru khusus untuk laporan hasil belajar Darma bisa diambil oleh Kakek.
Bagaimana Kek?
Kakek: Dar, Kau kan tahu sendiri Kakek setiap hari harus cari
kayu untuk dijual. Kalau Kakek tidak mencari kayu kita mau makan apa? Cuma itu
satu-satunya sumber penghasilan kita, Dar.
Seketika hati kecil Darma terketuk oleh suara lirih yang rasanya sudah tak
sanggup menahan pahitnya hidup.
Darma: Baiklah Kek, besok Darma akan mengambil laporan hasil
belajar sendiri dan secepatnya pulang untuk membantu Kakek mencari kayu.
Kakek: Ya sudahlah, kau tidur sana. Semoga esok laporan hasil
belajarmu bagus.
Darma: Baik Kek, selamat tidur.
Waktu turun sholat shubuh, Darma sudah tidak ada di rumah dan Kakek pun
khawatir mencarinya ke sudut-sudut perkampungan, bertanya-tanya ke orang
kampung, bahkan ke SD Negeri Riam Sejawak tempat Darma bersekolah pun tidak ada
Darma. Salah satu orang kampung berusaha menenangkan kekhawatiran Kakek dan
mengantarkan Kakek pulang ke rumah untuk menunggu Darma di rumah saja.
Sesampainya Kakek di rumah, ternyata Darma sudah duduk di teras rumah.
Kelihatannya ia sangat kelelahan dengan keringat yang menetes-netes padahal ini
masil pukul 5 pagi hawa yang sangat dingin.
Kakek: Darma kau darimana saja Kakek begitu khawatir mencari
kau?
Darma: Darma dari hutan mencari kayu Kek, Darma hanya takut nanti acara pengambilan laporan
hasil belajar berlangsung lama dan Darma tidak bisa pulang cepat membantu Kakek.
Sontak Kakek meneteskan air mata kemudian memeluk Darma, sejenak berbicara
dalam hati, “kau anak yang baik Dar, seandainya orangtuamu masih hidup pasti
mereka akan bangga padamu”.
Kakek: Terima kasih Dar, kau cucu yang baik. Tak seharusnya
kau seperti ini, seharusnya yang kau pikirkan hanyalah bersekolah. Kehidupan
kita yang serba kekurangan ini menjadikan kau susah.
Darma: Tidak Kek, Darma justru sangat berterimakasih pada
Kakek yang sudah merawat Darma mulai dari kecil hingga saat ini.
Kakek: Ya sudahlah kau cepat mandi sana, lalu sarapan, dan
berangkat ke sekolah untuk mengambil laporan hasil belajarmu. Kakek hendak
berangkat mencari kayu.
Darma: Baik Kek, hati-hati di jalan.
Darma bergegas berjalan kaki dengan penuh semangat menuju SD Negeri Riam
Sejawak. Di sana sudah banyak para orang tua mengantri untuk mengisi absen kehadiran. Tidak ada satupun
siswa di sana, hanya Darma siswa berseragam yang ikut mengantri absen
kehadiran.
Panitia: Kemana orang tuamu? Apa kamu tidak masuk sekolah
sewaktu kemarin diumumkan kalau laporan hasil belajar diambil oleh orang tua
dan siswa diliburkan?
Darma: Saya Darma, saya kemarin masuk sekolah dan saya juga
mendengarkan pengumuman itu. Hanya saja kedua orang tua saya sudah meninggal
saat saya masih kecil, dan sekarang saya tinggal dengan Kakek dan beliau masih
kerja mencari kayu untuk dijual.
Ibu Guru Rati melihat Darma dari cela-cela kerumunan orang mengantri dan
menghampirinya.
Ibu Guru Rati: Ada apa ini panitia?
Panitia: Ini Bu Rati, ada siswa mengaku Darma ingin mengambil laporan hasil
belajarya sendiri.
Ibu Guru Rati: Ooh Darma ya.. Kau masuk dulu Dar, nanti ibu yang
bicara dengan panitia.
Darma: Baik Bu guru, terima kasih.
Semua wali murid kelas 1 sudah berkumpul, wali kelas menyampaikan salam
pembukaan dilanjut pengumuman 3 besar juara kelas sekaligus pembagiaan laporan
hasil belajar seluruh siswa. Wali kelas menngumumkan bahwa juara 3 diraih oleh
Putri Kusuma Wardhani diwakili oleh Ibunya ke depan, juara 2 diraih oleh Ainun
Paramitha diwakili oleh Ayahnya ke depan. Giliran saatnya diumumkan peraih
juara 1 semua orang tua yang awalnya menunduk kini tegak, awalnya mengantuk
kini terjaga. “Juara 1 diraih oleh Sudarmaji Putra Mahardika, selamat bagi
orang tua atau yang mewakili bisa kedepan”, ujar wali kelas penuh senyum
gembira. Darma beranjak dari duduk dan berdiri diantara puluhan orangtua duduk dan berjalan ke
depan dengan tegap penuh senyum bangga. Seketika ruangan ramai dengan orangtua
yang menggumam satu sama lain. Sesampainya di depan, Darma langsung disambut
oleh
uluran jabat tangan dari wali kelas dan
diberikan piala juara 1 serta uang penghargaan kepadanya. Seketika ruangan
menjadi hening setelah ramai orang tua yang menggumam dan terdengar jelas suara
wali kelas kepada Darma, “selamat Dar, kau memang anak yang pandai”. Seketika
ruangan menjadi ramai kembali, namun bukan karena orangtua yang menggumam, melainkan suara semua orangtua yang hendak berdiri dari
tempat duduknya dan bertepuk tangan salut terhadap Darma.
Rapat pengambilan laporan hasil belajar telah usai, Darma keluar ruangan
kelas dan bertemu Ibu Guru Maharati yang tersenyum kepadanya.
Ibu Guru Rati: Selamat ya Dar, kau memang anak yang pandai.
Darma: Terima kasih Bu guru, semua ini saya raih karena
nasehat dan motivasi semangat yang Ibu berikan setiap pagi menjelang masuk kelas selama ini.
Ibu Guru Rati: Jangan lupa tingkatkan semangatmu terutama kecintaanmu
terhadap negeri ini Dar, perjalananmu masih jauh tetapi Ibu yakin suatu saat
kamu mampu memberikan warna di Riam Sejawak ini. Cepatlah kau pulang, beritahu
Kakekmu, beliau pasti bangga mendegarnya.
Darma: Baik terima kasih, mari Bu guru.
Sesampainya di rumah, Darma menceritakan semua kejadian di sekolah kepada
Kakek bahkan uang penghargaan Darma berikan kepada Kakek untuk membantu
biaya hidup hingga Kakek menangis dan memeluknya dengan
penuh rasa bangga.
Sejak peristiwa berharga bagi Darma menjadi seorang juara pertamakali di SD
Negeri Riam Sejawak, hari-hari Darma selanjutnya selalu diwarnai dengan juara
seakan-akan kejuaraan sudah melekat dalam dirinya. Ia selalu juara 1 dikelas,
juara cerdas cermat tingkat Kabupaten Sintang, bahkan ia mendapat nilai UN
tertinggi se-Kabupaten Sintang hingga diterima di SMP Favorit SMP Negeri 1
Sintang dan mendapat keringanan tanpa membayar uang SPP. Kehidupan Darma
di SMP favorit tidaklah
jauh berbeda saat ia SD, Darma tetap saja mendapat peringkat 1 di kelas. Namun
nilai UN SMP rupanya tidak seberuntung nilai UN ketika ia masih SD. Ia tidak
lagi mendapat juara nilai UN, bahkan untuk peringkat nilai UN satu SMP, ia
hanya mendapat peringkat 9 besar. Akhir-akhir ini ia seperti patah semangat,
kelelahan, dan kurang peduli pada pendidikannya. Satu-satunya orang yang
menyayanginya sejak kecil kini sedang sakit. Suaranya yang biasanya terdengar
lirih sekarang tak lagi terdengar. Kakek Darma ternyata sakit maag yang sudah
parah karena ternyata selama ini beliau selalu menahan lapar. Dibalik senyumnya
yang menyuruh Darma sarapan, selama ini menyimpan rasa sakit setiap harinya
ditambah lagi harus mencari kayu ke hutan.
Hari-hari Darma kini
kacau, ia tidak bisa egois mengejar pendidikannya dan mengabaikan Kakek yang
sedang sakit. Bagi sebagian orang, sakit maag hanyalah hal biasa yang ketika
dibawah ke Puskesmas atau Rumah Sakit seketika sembuh, tetapi tidak bagi
keluarga kecil Darma yang dililit keterbatasan ekonomi. Hari penerimaan
pendaftaran siswa baru SMA Negeri Sintang sudah kurang 1 bulan lagi. Namun
Darma seperti tak menghiraukan masalah itu, ia menghabiskan hari-harinya di
hutan mencari kayu sebanyak-banyaknya untuk dijual menggantikan Kakek. Sedikit
demi sedikit uang ia sisihkan disamping biaya makan sehari-hari.
Pagi ini sudah sekitar 2
minggu ia mencari kayu di hutan, uang untuk pengobatan Kakek sudah terkumpul
dan rencananya nanti siang ia akan pulang lebih cepat untuk membawa Kakek ke
dokter.
Darma:
Kek, Darma berangkat dulu ya? Nanti siang Darma akan bawa Kakek ke dokter.
Kepala Kakek tua yang
biasanya mengangguk kini tak mengangguk lagi. Matanya kini tertutup rapat. Darma bergegas
menghampiri Kakek, “yaampun Kek, badan Kakek panas sekali, Kek bangun Kek!”.
Kakek tua itu pingsan karena suhu badannya terlalu tinggi menahan sakit. Seketika itu Darma lari
ke Puskesmas di ujung jalan kampung dan
memohon Dokter bersedia ke rumahnya untuk memeriksa keadaan Kakek yang sedang
pingsan. Dokter pun bersedia dan memberikan resep obat setelah memeriksa
keadaan Kakek Darma.
3 hari berlalu, suara lirih yang biasa Darma dengar kini mulai terdengar,
badan yang panas dan lemas kini sudah beranjak sembuh, mata yang berat terbuka
kini terbuka lebar menatap Darma yang hendak berangkat mencari kayu pagi ini.
Darma: Kek, Kakek sudah sembuh?
Kakek: Terimakasih Dar, kau sudah merawat Kakek hingga sembuh.
Sekarang biar Kakek yang mencari kayu.
Darma: Jangan Kek, Kakek istirahat dulu saja.
Kakek: Kau jangan terlalu memikirkan Kakek, Kakek tidak
apa-apa, Dar. Kau seharusnya memikirkan kemana setelah ini kau melanjutkan
sekolahmu.
Darma: Sebenarnya Darma ingin melanjutkan sekolah di SMA
Negeri Sintang, Kek. Tetapi Darma khawatir dengan keadaan Kakek. SMA Negeri Sintang jauh Kek, waktu Darma tidak
akan tersisa untuk membantu Kakek. Sudahlah Kek tidak perlu dibahas lagi.
Darma berpaling dari pandangan Kakek dan meneteskan air matanya yang
menyelimuti pahitnya hidup dan impian-impian yang selama ini mengobsesinya.
Kakek: Sekarang kau harus mengejar impianmu yang selama ini
kau bangun, Dar. Kakek sudah sembuh total, jangan berlebihan memikirkan Kakek.
Kakek akan sangat kecewa jika kau berhenti sekolah. Kau harus menciptakan
kebanggaan untuk dirimu sendiri.
Darma: Terima kasih banyak, Kek. Kalau begitu Darma akan
melanjutkan sekolah. Darma akan mendaftar di SMA Negeri Sintang.
Penerimaan pendaftaran siswa baru SMA Negeri Sintang dibuka, Darma
mendaftar jurusan IPA dan diterima berdasarkan prestasi yang pernah ia raih
menjadi juara Olimpiade IPA di SMP dulu. Masa SMA Darma bisa dibilang masa yang
paling menyenangkan baginya dibandingkan masa ia SD dan SMP. Ia diterima
sebagai anggota koperasi siswa dan mendapat penghasilan walaupun tak seberapa,
Kakeknya tidak pernah lagi sakit karena telat makan. Kakeknya kini diterima kerja
menjadi tukang kebun di sekolahnya SMA Negeri Sintang
tempat ia sekolah. Keterbatasan
ekonomi selama ini serasa mendapat jawaban Sang Pemutar roda kehidupan. Tak
berselang lama, Darma diterima masuk kelas akselerasi dengan kata lain ia hanya bersekolah 2 tahun untuk lulus SMA.
Prestasi tidak pernah tertinggal oleh kecerdasan Darma, seakan-akan SMA Negeri
Sintang kini punya panglima tempur dalam lomba. Apapun perlombaan selalu
dimenangkan. Itulah Sudarmaji Putra Mahardika, anak yatim piatu yang dikaruniai
kecerdasan setinggi langit.
2 tahun berlalu, besok adalah hari pelaksanaan UN SMA. Namun yang
ditunggu-tunggu Darma bukan UN, bahkan sore ini dia cemas bukan karena hendak
UN besok. Sore ini pukul 15.00 WIB adalah pengumuman SNMPTN. Ia mendaftar
kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan kimia
sekaligus mengikuti progam Bidikmisi.
Tepat selesai sholat ashar ia melihat hasil pengumuman,
sepertinya terlihat wajah Darma yang berseri-seri, tersenyum lebar, kemudian ia
sujud syukur. Ternyata ia lulus seleksi dan diterima kuliah di ITB. Bahkan
kakek ikut bersujud syukur dan sangat mendukung Darma untuk pergi ke Bandung
karena Kakek sendiri sudah tidak pernah sakit dan memiliki penghasilan tetap
dari bekerja menjadi tukang kebun SMA Negeri Sintang.
Masa kuliah ternyata
sedikit demi sedikit telah mengubah nasibnya, ia menjadi asisten dosen
sekarang. Menjalani kuliah, menyelam diantara hiruk pikuknya tugas mata kuliah
mampu ia imbangi dengan berkarya melakukan penelitian kimia disamping menjadi
asisten dosen. Semua ia lakukan hanya berbekal kecintaannya terhadap Indonesia
bersama dengan impian-impian besarnya mengubah Tanah Riam Sejawak menjadi tanah
surga Indonesia seutuhnya. Tidak perlu menunggu menjadi kakak tingkat, Darma
sudah mengukir prestasi yang membanggakan. Panglima tempur lomba SMA Negeri
Sintang kini menjadi senjata ITB. Menjelang akhir semester 2 tepatnya sebelum
UAS, ia diumumkan menjadi juara 1 Lomba Karya Ilmiah tingkat Nasional. Ia mengangkat
tema pertambangan yang kurang memperhatikan ekosistem lingkungan dan tidak
ramah lingkungan menyebabkan tanah surga Indonesia kehilangan surganya. Ia
menyampaikan gagasan yang selama ini terbenak di pikirannya sejak SMA. Menurutnya,
Pertambangan liar seharusnya dilarang. Pertambangan bukan hal yang salah, namun
harus wajar dan ramah lingkungan. Untuk mengatasi pertambangan yang sudah
terlanjur liar, ia menyarankan untuk revegetasi tanaman lokal. Tanaman dinilai
mampu memperbaiki tanah dan udara yang terkena imbas pertambangan liar. Di desanya,
hanya tanaman akasia dan minyak kayu putih yang dapat tumbuh. Dan setelah ia
teliti, tanaman tersebut memang mudah tumbuh di segala iklim dan medan daratan.
Satu lagi ide cemerlangnya yang diterima oleh dewan juri, ia tanpa merasa malu
mengungkapkannya. Menurutnya, untuk mempercepat penghijauan daerah tambang
dapat melalui penanaman tanaman buah-buahan. Ditegaskan olehnya bahwa hal itu
dapat mengundang kehadiran kelelawar dan juga burung menuju daerah tambang yang
diharapkan membawa biji-bijian dari hutan untuk mempercepat penghijauan tidak
hanya mengandalkan penanaman yang dilakukan manusia. Ternyata tidak hanya itu,
tanaman buah-buahan yang daunnya mengandung klorofil dalam proses fotosintesis
juga dapat menyerap kandungan polutan tambang di tanah dan air melalui akarnya.
Gaya biacaranya yang lugas dan komunikatif mampu memikat dewan juri kala itu. Ia
mendapat tawaran dana dari developer untuk merealisasikan ide cemerlangnya
terhadap pertambangan di desa Riam Sejawak.
Darma mulai membentuk tim
bersama teman-teman dekatnya di kampus. Hanya membutuhkan waktu 3 bulan semua konsep
sudah siap dilaksanakan. Liburan semester 2 ia manfaatkan untuk mengembangkan
gagasannya di daerah tambang Riam Sejawak. Ia mulai menanam tanaman akasia dan
buah-buahan bersama timnya, memastikan tanaman hidup, dan meneliti agar idenya
benar-benar akan membuahkan hasil. 3 bulan masa liburan hampir habis, tanaman
akasia dan buah-buahan sudah mulai berdiri tegap setegap impian-impian Darma. Tiba-tiba
darma dihampiri oleh Kepala Desa Riam Sejawak, “Terimakasih Dar, saya mendapat
laporan warga bahwa sumber air disini sekarang tidak keruh lagi, bahkan tanaman
cabai petani menjadi tumbuh subur tidak seperti biasanya”. Darma terkejut
dengan ucapan itu, ternyata yang selama ini menjadi hayalannya terwujud. Dalam hati
kecilnya berbicara seraya bangga pada dirinya, “selamat Dar, walaupun dulu kau
hanya anak kecil pencari
kayu, sekarang kau mampu menciptakan surga sederhana bagi tanah kelahiranmu.
terima kasih desaku tercinta Riam Sejawak”. Darma meneteskan air mata menjawab
ucapan Kepala Desa, “Sama-sama Pak, akan kami lanjutkan progam kami semaksimal
mungkin”.
Semakin hari Darma
seakan-akan sedang memanen hasil jerih payahnya dari kecil. Sekarang ia
dinobatkan sebagai Mahasiswa Berprestasi berkat ide cemerlangnya. Bahkan ia
tidak perlu membuat skripsi untuk kelulusan bulan depan, ia mengajukan progam
revegetasi di daerah tambang Riam Sejawak sebagai karya pengganti skripsi saja langsung
diterima oleh dosennya. Bulan depan ia akan diwisuda dan diamanahi menjadi
pembaca pesan kesan wisuda mewakili seluruh mahasiswa ITB. Rentetan tawaran
kerja datang padanya. Tidak tanggung-tanggung, ada perusahaan yang menawarkan
gaji sesuai permintaan Darma. Alangkah bangganya Kakek dan Ibu Guru Maharati di
Desa mendengarnya.
1 bulan berlalu, besok
adalah hari dimana Darma akan diwisuda. Ia sudah memesan tiket duduk tamu undangan untuk Kakek dan Ibu Guru
Maharati. Bahkan Darma sempat mengirim pesan kepada mereka berdua sekaligus
mengirimkan uang untuk biaya berangkat ke Bandung. Gong wisuda pertanda acara dimulai
sudah mendengung di telinga para tamu dan wisudawan. Kakek dan Ibu Guru
Maharati ternyata sudah terlihat duduk di pojok kanan baris kursi terdepan. Tak heran posisi itu mereka
dapatkan karena mereka datang sejak pukul 5 pagi, sama seperti dulu Darma kecil
yang meneteskan keringat di teras rumah setelah mencari kayu pukul 5 pagi. Ternyata
semangat memang tidak mengenal waktu. Tak lama kemudian Darma keluar dari ruang
ganti pakaian wisuda dan sempat melihat Kakeknya dan Ibu Guru Maharati dari
kejauhan dan melambaikan tangan tersenyum lebar bahagia sekali melihat dua
orang berharga bagi dirinya datang ke acara wisudanya.
Tiba saatnya pembawa acara
membacakan teks mempersilahkan perwakilan mahasiswa dalam penyampaian
kesan-pesan pada Institut Teknologi Bandung. Darma berdiri dari tempat duduknya
diantara ribuan tamu hadirin dan wisudawan. Berjalan tegap kedepan setegap ia dulu
berjalan menuju wali kelas saat menjadi juara 1 pertamakali di SD Negeri Riam
Sejawak. Sampailah Darma didepan mic dan ribuan mata yang sedang memandangnya.
“Assalamualaikum
warohmatullahi wabarakatuh, selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua,
selamat datang para tamu hadirin, wisudawan, dan wisudawati. Tak lupa yang saya
hormati Rektor ITB, Wakil Rektor ITB, Dekan seluruh Fakultas, Wakil Dekan
seluruh Fakultas, jajaran Dosen dan tenaga ITB. Saya berkenan menyampaikan
kesan pesan selama kuliah disini mewakili seluruh mahasiswa yang diwisuda hari
ini”.
Setelah mengawali
sambutan dengan penghormatan kepada seluruh pejabat ITB, tiba-tiba matanya
tertuju pada dua orang berharga yang sedang menjadi tamu perwakilan wisuda bagi
dirinya, terlihat senyum bangga berseri-seri di wajah mereka. Seketika Darma
menunduk sejenak. Ternyata ia meneteskan air mata, hatinya sedang laju pergi ke
masa lalu. Menyelam dalam
ingatan pahitnya hidup masa kecilnya. Ternyata pahitnya hidup ada kalanya suatu saat
menjadi manis.
Ia bangkit dari menunduk menatap
pojok kanan baris kursi depan dengan air mata yang terus mengalir di pipi bak
air terjun yang tiada henti mengalir, “saya ucapkan selamat datang juga kepada
dua tamu berharga yang saya hormati, Kakek dan Ibu Guru Maharati”.
Seketika seluruh mata
tertuju pada Kakek Tua dan Ibu berseragam guru itu. Wajah yang tadinya
tersenyum berseri-seri bangga menjadi tangis. Sebuah tangisan bangga yang tiada
terhingga pada Darma hari ini.
“Terima kasih saya
sampaikan pada Kakek dan Ibu Guru Maharati yang sudah memotivasi saya
menghadapi pahitnya hidup yang selama ini menyelimuti saya. Berkat kalian saya
bisa berdiri di tempat sekarang ini. tanpa kalian, saya bukanlah siapa-siapa. Sekarang
pahitnya hidup kita,
sudah
terasa manis walaupun menciptakan tangis. Setidaknya sekarang tangis itu adalah
sebuah kebanggaan, tidak lagi menjadi kepedihan. Terima kasih sekali lagi saya
sampaikan kepada dua orang yang sudah mengantarkan hidup saya menjadi sukses
hari ini”.
“ITB adalah sebuah
kebanggaan bagi kami, setiap alumni selalu berbakat di bidangnya. Hal itu dikarenakan
ITB selalu mendukung setiap ide cemerlang cendekia penerus generasi bangsa
Indonesia. ITB tidak pernah membatasi kami berkarya, memberikan sarana dan
prasarana yang unggul untuk menunjang kami berkarya. Selama kami kuliah di
kampus tercinta ini, tidak pernah ada hal yang mengecewakan kami, justru kami
terutama saya pribadi mohon maaf jika menjadi mahasiswa tidak dapat
membanggakan bahkan mengecewakan kampus tercinta ini. terima kasih sudah mengantarkan kami menjadi
generasi penerus bangsa yang sukses dan bermanfaat bagi warga dan alam sekitar
saat kita kembali ke lingkungan masyarakat
nanti.”
“Saya hanya berpesan,
jangan pernah lupakan tanah air kita Indonesia, kenanglah selama hidup apapun
kondisi hidup kita, entah pahit atau manis. Bahkan jika kita sukses jauh dari
tanah air ini, jangan pernah hilang dari hati kita sebuah rasa kebanggaan
terhadap tanah air Indonesia. Cintai dan hargai tanah surga ini”.
“Sekian yang dapat saya
sampaikan, mohon maaf bila ada khilaf dan salah kata. Wassalamualaikum warohmatullahi
wabarakatuh.”
Kini Darma bekerja di perusahaan
pertambangan ternama sebagai manajer divisi kelestarian lingkungan. Ternyata sukses
tidak memandang kita berangkat dari derajat hidup mana, yang terpenting adalah
motivasi hidup disertai kecintaan dan kebanggaan yang kuat terhadap tanah air Indonesia.
Cerita ini hanya fiktif belaka untuk memperingati HUT ke-75 RI, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, hal itu adalah kebetulan semata tanpa ada unsur kesengajaan.
-DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA-
Tags:
Karya
0 Komentar